Aksa
“Je, kamu kenal Aksara?”
Jeandra terdiam sejenak, otaknya berusaha mencerna nama yang keluar dari bibir tipis Anin.
“Aksara?” ulangnya.
“Dokter Aksara, kalau ngga salah nama lengkapnya Aksara Restupati.”
Jean mengernyit dalam. Nama itu berputar-putar di kepalanya berulang kali, terdengar tidak asing tapi amat sulit untuk diingat.
“Kamu tau dia darimana?”
“Kamu inget kemaren aku cerita soal pasien yang dipindahin sama keluarganya gara-gara dokter yang operasi salah kasih dosis obat bius?”
Jean mengangguk, dia ingat cerita itu saat Anin memberitahunya sembari mereka berbaring saling mendekap di atas tempat tidur dua hari lalu. Atensinya tetap terarah pada jalan raya di depan, tapi telinganya menunggu Anindia melanjutkan kalimat.
“Dia dokter di rumah sakit baru tempat pasien itu dirawat sekarang. Kita beberapa kali ketemu karena itu, jadi aku kenal.”
Jean masih belum bisa mengingat seutas nama itu.
“Kenapa nanyain dia?”
“Katanya dia kenal kamu, dia tadi nanyain nama kamu.”
Keningnya makin berkerut dalam. Kebingungan sontak melanda, tapi Jean berusaha menutupi hal itu dengan dehaman singkat. Detik berikutnya, ponsel miliknya berbunyi. Benda itu tergeletak di ruang kecil samping kemudi, hingga dia masih bisa melihat dengan jelas notifikasi pesan yang masuk di layar.
Nama Hema muncul di sana, dan isi pesan yang lelaki itu sampaikan padanya, membuat Jeandra tersentak kecil. Nama itu, nama yang sedari tadi ditanyakan oleh Anin, juga tersebut di pesan milik Hema, membuatnya dalam sekejap mengingat siapa dan apa peran dari pemilik nama itu dalam hidupnya.
Saat itu juga, Jean berharap kalau setelah ini tidak akan ada kekacauan yang terjadi.