Dari Yudhistira – Bagian Dua

Trigger Warning : Mentions of blood, death, sexual harrashment, and traumatic event. Please be wise, the whole story will be so intense

Seumur hidup, Rakshana Yudhistira tidak pernah tahu kalau mengkhawatirkan seseorang bisa jadi separah ini.

Tadinya, Yudhis berniat untuk memenuhi janji temu yang sudah ia rencanakan dengan salah satu dosen MPK di kampusnya untuk membahas masalah ujian akhir, sesuai dengan posisi Yudhis sebagai ketua angkatan. Tapi saat membaca pesan dari Adara, gadis yang hampir empat hari ini berada dalam pengawasannya, tanpa berpikir dua kali dirinya langsung angkat kaki dari kampus dan menancap gas menuju apartemen lamanya, tempat gadis itu tinggal untuk sementara waktu.

Degup jantungnya berpacu kencang kala bayangan kejadian yang dia lihat menimpa Dara melewati benak.

Yudhis menahan napas, matanya melirik-lirik cemas ke arah ponsel, berharap Tama segera membalas pesan yang ia tinggalkan karena demi Tuhan, Yudhis sendiri tidak berani membayangkan bila nanti hanya dirinya yang membantu Dara sendiri.

Kala mobilnya berhenti tepat di depan gedung apartemen lamanya, Yudhis tidak butuh waktu lama untuk langsung berlari menuju lift dan menekan angka lima di sana. Keringat membasahi sekitar wajahnya, hasil dari berlari untuk mengejar waktu.

Menunggu bunyi denting tanda pintu terbuka terasa amat menyiksa, berkali-kali dirinya mengecek monitor kecil di sisi pintu lift demi memastikan bahwa benda kotak itu benar-benar membawanya naik ke lantai lima. Rasa gelisahnya bertambah parah saat menemukan bahwa Tama sama sekali tidak merespon ucapannya mengenai Dara, ponselnya kelewat hening tanpa pemberitahuan pesan dari siapa pun.

Apa Tama mungkin sudah tidak bisa menaruh rasa percaya pada dirinya? Apa mungkin lelaki itu sudah kepalang benci pada sosok Adara?

Rasanya, Yudhis tidak pernah dibuat sekhawatir ini oleh orang lain.

Pernah sekali, oleh Ageeta. Tepat saat Ageeta hampir menjadi korban pembunuhan di kampus akibat ulah mendiang Kinara.

Lucunya, orang yang saat ini dia khawatirkan faktanya menjadi sebab utama kekhawatiran lamanya saat itu.

Lucunya lagi, Yudhis tidak pernah menyangka kalau kekhawatiran yang ditimbulkan Adara akan melampaui rasa khawatirnya pada Ageeta.

Lucu sekali, sebab Yudhis sempat menjadi pembenci nomer satu Adara setelah kejadian kecelakaan yang melibatkan Ageeta dan mendiang Kinara.

Saat akhirnya bunyi denting dari pintu lift terdengar, Yudhis serta-merta keluar dan kembali berlari menuju unitnya.

Sayang, sebab sepertinya Yudhistira sedikit terlambat.

Pintu apartemen yang ia yakini hanya diketahui oleh dirinya dan Adara kini sudah terbuka lebar, menandakan bahwa ada orang lain yang berhasil masuk, entah dengan cara merusak kode keamanannya atau dengan cara lain.

Kemudian, saat kakinya ia bawa memasuki apartemen, yang Yudhis lihat adalah sosok Baskara Naratama tengah berdiri menjulang.

Yang dia temukan adalah Tama, dengan kedua tangan terkepal, tengah melayangkan hantaman dan pukulan keras ke wajah lelaki paruh baya dalam sekali lihat, Yudhis tahu bahwa itu adalah lelaki yang biasa Tama panggil 'Papa'.

Di sisi lain, yang Yudhis temukan adalah Adara yang sudah berada dalam posisi duduk lemas. Dahinya mengucurkan darah, dan rambutnya kusut masai. Yudhis yakin hal itu adalah hasil perbuatan sang papa.

Yudhis tidak pernah tahu kalau pemandangan itu menjadi hal paling sederhana yang bisa memicu amarahnya memuncak. Dia maju selangkah, mempersiapkan diri untuk ikut memberi pukulan pada lelaki paruh baya di depannya, namun terhenti saat sebuah kalimat meluncur dari bibir Tama.

Lelaki itu menangis dalam untaian katanya yang tersampai.

Both of you, do not even deserve a single world to live in

Tidak ada teriakan dalam kalimatnya, namun Yudhis tahu kalau Tama mengucapkan hal itu dalam kesakitan yang amat sangat.

Kemudian, satu lagi pukulan Tama layangkan pada sang papa, membuat lelaki itu tersungkur di lantai dalam posisi berlutut. Yudhis terperangah sampai ia mendengar lelaki itu memulai cerita dengan suara yang kentara penuh rasa sakit.

She deserves everything I did to her, Bas. Kamu mau tau? Mamanya Dara bohong soal Dara yang punya DID, dan Mamanya Dara bohong soal status Dara sebagai anak kandung Papa.”

Oh tidak, Yudhis tidak ingin mendengar hal yang sama sekali lagi. Cukup saat dia berkunjung ke kantor ayahnya dan tidak sengaja mendengar dan melihat langsung percakapan penuh amarah antara ayah dan anak itu. Cukup sekali sampai akhirnya Yudhis bertekad untuk membantu Adara melindungi dirinya.

Cukup sekali saat dirinya menemukan langsung saat Adara dipaksa melayani seorang lelaki tua di ruang meeting dalam keadaan menangis kencang. Cukup sekali, dan Yudhis rasa dia tidak akan sanggup mendengar hal lain lagi.

This little whore deserves everything to pay what her mom did, Baskara,” lelaki paruh baya itu masih berusaha bicara walaupun tahu kalau Tama mungkin akan kembali menerjangnya dengan pukulan lain.

“Kamu tau, Bas? I protect her in all cost dan bikin kamu merasa dianaktirikan bertahun-tahun, I take care of her selama bertahun-tahun sampai akhirnya Papa tau semua kebohongan yang dibuat Mamanya.”

“Kamu mau tau yang lebih parah? Mama Adara, yang sekarang sudah Papa buat mati dengan tangan sendiri, adalah orang yang bikin Mama kamu diperkosa lebih dari setahun lalu. She hired people to rape her, to break her into peaces karena tau kalau Papa menjanjikan 30% saham ke kamu.”

“Dan satu tahun belakangan setelah tau semuanya, I make them pay it off dengan cara bikin Dara jadi umpan buat investor.”

She killed your friend, right? Anak ini bahkan hampir bunuh Ageeta, kan?*”

Tama angkat bicara, “Kalian berdua sama-sama gila.”

Satu tendangan melayang ke arah lelaki itu.

Namun, yang barusan mendapatkan tendangan seakan tidak menyerah. Lelaki itu kembali melanjutkan ceritanya.

They said, she's pretty.

They said, she's so damn good on their bed.

They said, she looks so hot when she's crying, begging for them to stop.

Those men said, this little whore is the best seducer they have ever met.

They said–”

Kala Yudhistira tengah lengah mendengarkan kalimat demi kalimat, suara pecahan kaca mengagetkan dirinya lebih dari apa pun.

Detik berikutnya, lelaki di depannya sudah terkapar dengan darah memenuhi lantai.

Adara, dengan kedua tangan bergetar dan langkah terseok, melayangkan sebuah guci berukuran cukup besar ke arah sang papa. Memukul tepat di bagian kepala, hingga membuat lelaki itu kehilangan kesadaran.

Tepat setelahnya, suara berisik lain masuk ke dalam unit apartemen milik Yudhis, membuat semua orang menoleh tanpa terkecuali.

Di sana, Jevian berdiri di iringi beberapa petugas kepolisian, tangannya menenteng ponsel yang menunjukkan nama Johnny tertera di layar.

Everything's done, Baskara. You don't have to suffer these two maniac anymore, we've done,*” ucap Johnny melalui sambungan telepon.

Dan sore itu, yang Yudhis tahu adalah dirinya dan Tama dibawa ke kantor polisi dengan posisi sebagai saksi dan Adara sebagai tersangka pembunuhan sang papa.

Lelaki itu meninggal di tempat.

Dan dari raut wajah Tama, Yudhis cukup paham kalau temannya itu punya banyak emosi yang ingin dia luapkan.

Tama... sepertinya harus menghadapi rasa sakit sekali lagi, dan kali ini, akan terasa lebih parah dan lebih mengejutkan dari sebelumnya.