Flat Shoes

Saat kakinya sampai ke hadapan Pajero Sport putih milik Jeandra, Anin langsung menuju kursi penumpang. Tangannya sibuk membenahi masker yang terpasang di wajah, kemudian bergerak membuka bungkus masker lain yang dia bawa untuk Jean.

“Mana masker gue?” tanya Jean kala Anin sudah sepenuhnya duduk di samping kursi kemudi.

Anindia menjulurkan tangan, memberi masker kepada Jean yang mulai menghidupkan mesin mobil dan melaju. Sejenak hening, hanya ada suara radio yang memutar lagu pop barat yang menggaung ke seluruh penjuru.

Anin membawa kepalanya ke jendela, memerhatikan satu persatu objek yang bisa dia tangkap dengan mata dan tidak bersuara. Hingga kemudian matanya melirik ke arah dashboard mobil Jean yang tampak kosong sebelum berkata sesuatu.

“Besok kutaro stok masker di sini, ya? Biar kamu ngga repot harus beli.”

Diam-diam, Jeandra mengangguk tanpa sepatah katapun. Tangannya sibuk mengcengkram kemudi, wajahnya tanpa ekspresi. Namun perlahan, matanya mengintip ke arah Anindia yang tengah repot membenahi sepatu hak tinggi miliknya.

“Lo kenapa make high heels?”

Anin masih terpaku pada sepatunya. “Aku belum sempet beli flat shoes. Ngga apa-apa sih, udah terlatih kok lari di koridor rumah sakit sambil pake heels.”

Jeandra menggeleng heran, “Jangan ngada-ngada deh, lo bisa jatuh.”

Anin terkekeh pelan. Tubuhnya ia tegakkan dan memutar ke arah Jean, menunjukkan tawa simpul kemudian menggeleng.

“Kubilang aku ngga sempet, Jean.”

Lalu secara tiba-tiba, sebuah kalimat keluar dari bibir lelaki itu, membuat dirinya dan bahkan Anin mematung singkat sebelum kembali berada dalam mode hening.

Katanya, “Nanti abis dari sini kita mampir ke mall, beli flat shoes buat lo. Kaki lo bisa lecet kalo terus-terusan pake heels sambil lari-lari bawa pasien.”