He Knows
Waktu Hema memasuki ruangan milik Anin, matanya langsung menangkap sosok Jeandra yang baru hendak berdiri dan membenahi jasnya yang tampak kusut. Hema yakin, kalau lelaki itu hendak menuju ruangan Karin seperti yang diberitahu Anin.
“Lo mau kemana?” tanyanya basa-basi.
Jean menoleh, kemudian kembali membenahi jasnya.
“Mau liat Karin. Kata Anin belum boleh, tapi kayanya gue liat sekarang aja.”
Hema memutar mata malas, lalu tangannya bergerak menutup pintu di belakangnya dengan pelan, berusaha sebisa mungkin mengalihkan perhatian Jean.
“Temenin gue ke kantin dulu deh, abis itu baru liat Karin,” tawarnya.
Jean memicingkan mata, menatap heran pada Hema dengan kening berkerut dalam. Pandangannya tampak menghakimi.
“Ngaco, gue kangen Karin.”
Hema berdecak sebal, kemudian kembali menggerakkan tangan untuk meraih anak kunci yang tertancap di pintu, memutar benda itu hingga terkunci rapat dan mencabutnya dari sana.
Sayang, gerakan itu menimbulkan suara yang cukup keras. Hingga Jeandra menyadari kalau Hema mengunci pintu dan berniat melakukan sesuatu.
“Lo ngapain?” tanya Jean curiga.
Hema menggeleng keras, tangannya dengan buru-buru menyembunyikan anak kunci di dalam saku celana, berusaha sekeras mungkin menyembunyikan benda mungil itu dari pandangan Jean yang menghunus ke arahnya.
“Lo disuruh Anin ngapain, Hema?”
Hema menjawab buru-buru, “Ngga ada.”
Jean maju mendekat sampai posisinya tepat di hadapan Hema yang berada di ambang pintu. Postur tubuh mereka yang cukup berbeda membuat Hema tampak terhimpit, Jean mengungkungnya di antara badan lelaki itu dan pintu, membuatnya merasa sedikit terindimidasi.
“Gue tanya sekali lagi, lo disuruh Anin ngapain?”
Hema makin terdesak, namun terus berusaha lepas dari himpitan tubuh kekar Jeandra.
“Sumpah, ngga ada. Gue cuma minta temenin jajan ke kantin rumah sakit bentar doang.”
Argumennya meleset, Jean masih memasang tatapan tidak percaya.
“Lo disuruh Anin nahan gue biar ngga ke ruangan Karin, iya?” tanya Jean pada akhirnya.
Hema menyerah. Lelaki itu berakhir mengangguk pasrah.
“Mundur dulu dong, Bangsat. Lo kaya mau ngelakuin yang ngga-ngga ke gue,” sewotnya sambil mendorong tubuh Jean agar menjauh.
“Jangan ke sana dulu deh, perawat masih ngecek konsidinya Karin. Kalo lo ke sana nanti malah ganggu,” jelas Hema.
“Ngga mau, oke? Gue pengen ketemu Karin.”
“Batu banget si Anjing. Udah di sini aja dulu, bentar lagi kelar.”
Tapi Hema lupa kalau dia sedang bicara dengan salah satu makhluk paling keras kepala yang pernah dia kenal. Jeandra tanpa aba-aba langsung meraih kunci dari saku belakang Hema, lalu bergerak menuju pintu dengan gegabah.
“HEH MAU KEMANA?”
“Liat Karin, apa kurang jelas?”
Hema menggeram kesal.
“Dibilangin pemeriksaannya belom kelar!”
Jean mengangkat bahu acuh sebelum berkata, “Gue tau Karin ngga separah itu kecelakaannya, oke? Jadi jangan tahan gue, toh gue ngga akan marah ke dia.”
Kalimat itu, menjadi titik akhir bagi Hema untuk akhirnya melepaskan Jean. Dia biarkan Jean melangkah keluar ruangan dan meninggalkannya sendirian.
Ah, harusnya sejak tadi dia berusaha lebih keras membantah Anin. Gadis itu pasti kecewa kalau tahu bagaimana sikap Jean saat ini.