Hug and Tears

Kalau Ageeta bisa memilih, mungkin nyawanya bisa dia tukarkan pada Kinara. Kalau hidup itu berupa pilihan, maka Ageeta mungkin akan memilih untuk tidak punya kehidupan sejak awal.

Ini apaan sih?

Benaknya berkali-kali bertanya hal yang sama, memastikan semua yang dia dengar dari Jevian hanyalah bualan belaka.

“Pemakaman Kinara besok pagi, kayanya salah satu dari kita mesti stay buat jagain Ageeta.”

Ageeta baru saja ingin meminta tolong pada salah satu dari mereka untuk membantunya bertemu Kinara, dia yakin gadis itu berada di ruangan lain yang terpisah.

Kirana pasti hanya luka-luka sepertinya, kan?

Atau paling parah, Kinara mungkin hanya mengalami patah tulang di beberapa bagian sepertinya, kan?

Ageeta yakin saat kecelakaan itu terjadi, dirinya terdorong keluar dari badan mobil, sehingga tidak perlu merasakan benturan lebih parah.

Kinara... pasti juga ikut keluar dari sana, kan?

Ageeta menolak keras untuk menangis, walaupun matanya sudah terasa sangat penuh. Otaknya masih sibuk berspekulasi kalau Jevian hanya salah memberi informasi dadakan.

Kemudian, lamunannya buyar oleh pintu yang secara tiba-tiba dibuka dengan kasar. Badannya sedikit terperanjat kala presensi Tama terlihat di ambang pintu, lelaki itu memacu langkah dan serta merta menghambur ke arahnya.

Tama memeluknya seerat yang lelaki itu bisa lakukan. Bahu lebarnya melingkupi tubuh mungil milik Gee, seakan tidak membiarkan tubuh miliknya bergetar dalam waktu yang lama.

Detik itu juga, Ageeta merasa pertahanannya runtuh. Matanya memanas dalam hitungan detik, bulir bening menyerbu menuruni pipi tirusnya dalam waktu singkat seiring pelukan Tama yang semakin erat.

“Kamu ngga salah, kamu orang baik. Kinara bakal ngerasa usaha dia sia-sia kalau tau kamu ikut hancur kaya gini.”

Ah, tampaknya Ageeta melupakan sesuatu. Kinara sengaja membanting kemudi ke arah kanan. Kinara juga berpesan padanya untuk tetap hidup. Ageeta sepertinya melupakan fakta bahwa saat dirinya terdorong keluar mobil, Kinara tidak pernah punya kesempatan untuk keluar dari sana.

“Kamu bukan orang jahat, Gee. Jangan salahin diri kamu, silakan salahin aku.”

Lalu sebuah kalimat lain dari Tama terudara dan membuatnya menangis semakin kencang.

“Kamu orang baik, Sayang. Sayangnya Tama selalu baik.”

-