On Our Wedding Day – Dari Anindia

Apa yang lebih menyakitkan daripada kenyataan kalau kami menikah atas dasar perjodohan?

Nyatanya, di detik saya menyelam ke dalam iris hitam legam milik lelaki yang tengah berdiri di atas altar itu, ada kilat rasa benci yang saya temukan di sana. Rasa gugup yang menguasai saya sebelum membawa kaki masuk ke dalam ruangan suci, seketika berganti menjadi sesak yang tak terkendali, membuat saya hampir menjatuhkan diri.

Tahu apa yang paling membuat saya serasa ingin mati?

Nyatanya, saat janji kami terikrar di depan ratusan manusia, tak ada kecup mesra yang saya terima. Nyatanya, Jeandra maju dan membawa dirinya untuk merengkuh saya, sembari membisikkan kalimat yang menjadi racun bagi nurani.

Katanya, “Anindia, gaun yang kamu pakai, bunga yang kamu genggam, dan lantai yang kamu pijak, adalah pernikahan impian Karinina. Kamu memang saya nikahi, di atas kertas dan di hadapan kalimat Tuhan yang tertuang di atas kanvas. Tapi bagi saya, bahagia hanya berarti Karinina, bukannya Anindia.”