Pulang – Dari Anindia

Kata orang, sebuah pelukan bisa berarti jalan pulang yang paling menenangkan. Anindia selalu percaya ungkapan itu, ada satu hal tentang kalimat itu yang membuatnya senantiasa percaya.

Sejak dia kecil, pelukan jadi bahasa tersirat yang diberikan papa tiap Anin merasa rapuh.

Makanya, ungkapan itu selalu berlaku buat Anin bahkan hingga dirinya sudah sedewasa ini. Dalam beberapa momen hidupnya, gadis itu bahkan mengingat pelukan sebagai kejadian khusus yang membekas di kepala, mulai dari pelukan hangat yang orangtuanya berikan ketika dia masih anak-anak, sampai pelukan tanda perpisahan yang dia terima dari beberapa sosok penting di hidupnya.

Did you change your perfume?

Anin tersentak kala suara Jean memasuki rungunya. Lelaki itu kini tengah merengkuh tubuh mungil milik Anin dengan erat, membuat tubuhnya tenggelam dalam balutan tubuh besar itu dengan posisi tangan melingkari pinggangnya.

Jeandra memeluknya, dengan erat.

Seerat dulu.

Anin mengangguk dalam pelukan mereka, kepalanya bergerak naik dan turun secara perlahan di tengah rengkuhan Jean yang kian erat.

It's vanilla, isn't it?” Tanya Jean lagi, lalu dalam sekejap, lelaki itu membuat gerakan yang membuat Anin menegang. Hanya gerakan sederhana, namun berhasil membuat Anin menahan napas selama beberapa detik. Di sana, dekat dengan lehernya, Anin bisa merasakan hela napas hangat milik Jean menerpa kulitnya secara langsung.

Kemudian tanpa komando, lelaki itu mengubur wajahnya di antara leher dan helai surai milik Anin yang terhampar, menghirup aroma shower gel dan shampo beraroma madu yang bercampur dengan vanila yang melekat di sana.

As if he lives his life by only take a breath from her scent.

I thought that vanilla would be great, does it smell good?” Anin akhirnya menemukan keberanian untuk membuka mulut.

Di tengah detak jantungnya yang mulai menggila, Anin dapat merasakan anggukan pelan dari Jean. Demi Tuhan, berada dalam posisi direngkuh oleh Jean membuat seluruh tubuhnya melemah, sebab Anin bahkan tidak punya kuasa untuk menggeser tangan kanan lelaki itu dari punggung kecilnya, Anin bahkan tidak bisa menghentikan gerakan tangan Jean yang mengelus lembut helai rambutnya perlahan.

Anin tidak punya kuasa, sama sekali. Sebab dalam hati, ada satu bagian dimana dia terus-terusan berkata kalau ini adalah hal yang benar. Bagian yang berulang kali memaksa otaknya untuk berhenti memberontak dan tetap diam dalam rengkuhan yang tak bisa dipungkiri terasa amat hangat itu.

Sebab jauh di dalam sana, Anin merasa kalau pelukan yang dia dapatkan saat ini adalah sebuah kepulangan. Entah untuk dirinya atau untuk Jeandra, tapi yang jelas, saat pelukan mereka semakin terasa kuat, Anin meyakinkan dirinya kalau dia betul-betul butuh hal ini.

Anindia... akhirnya menemukan jalan pulang.

-