Romeo
CW // Mention of blood
“Mana lukanya?”
Sabrina langsung mengambil posisi jongkok di depan Romeo sesaat setelah turun dari ojek online yang dia tumpangi. Sejujurnya selama perjalanan menuju ke sini, Sabrina sempat dilanda khawatir dengan keadaan Romeo. Membayangkan wajah lelaki itu tengah menahan sakit sembari duduk beralaskan tanah membuat Sabrina sedikit banyak merasa kasihan.
“Halo, Cantik.”
Tapi tampaknya, kekhawatiran Sabrina sia-sia.
Wajah tengil dengan tawa tanpa dosa milik Romeo menyambutnya dan Sabrina bersumpah kalau saja matanya tidak langsung melihat luka baret di sepanjang lengan lelaki itu, dia pasti tak akan segan melemparkan sendal yang dipakainya ke arah Romeo.
“See? Gue beneran kecelakaan, kan?” kata Romeo dengan wajah sok serius yang membuat Sabrina refleks mendengus.
“Kenapa bisa begini?” Sabrina bertanya tanpa berniat menggubris kalimat Romeo sebelumnya. Tangannya dengan hati-hati mengingkirkan jaket yang Romeo pasang untuk menutupi luka di bagian lututnya, namun terhenti ketika tangan Romeo menahannya.
“Jangan dibuka, darahnya masih ngalir. Biarin ketutup aja, jangan sampai lo liat,” kata Romeo.
Sabrina mengalah. Mata gadis itu kemudian meneliti hal lain, kali ini terarah pada helm milik Romeo yang tergeletak begitu saja di samping motor yang terparkir di pinggir jalan.
“Motor lo ada yang rusak?” tanya Sabrina sambil memperhatikan kendaraan beroda dua itu.
“Lampu depannya pecah, spionnya lepas dan kelempar gak tau kemana, sama lecet doang di bagian body. Sisanya aman-aman aja.”
Gadis berambut panjang itu mengangguk paham. “Kok bisa begini? Lo ngebut ya pasti?”
“Ya Allah, Yang. Lo suudzon mulu sama gue perasaan,” sanggah Romeo. “Ini jalan abis ujan jadinya licin, lo tau sendiri motor sport begini masih bakal tetep kenceng jalannya meskipun gak gue puter sampe mentok gasnya.”
Sabrina memicingkan mata tidak percaya.
“Sumpah, gue gak bohong. Tanya sama aspal kalau lo gak percaya!”
“Orang gila emang lo.”
Romeo lantas terkekeh. Lelaki itu kemudian berusaha bangkit, gerakannya tertatih-tatih sebab rasa perih dan nyeri yang serta-merta menyerang ketika Romeo mencoba untuk memindahkan posisi badannya menjadi berdiri. Melihat hal itu, Sabrina ikut berdiri.
“Pesenin gocar, Yang. Kita pulang naik gocar aja,” ucap Romeo. Satu tangannya meraih pergelangan tangan Sabrina yang menganggur, menumpukan badan besarnya di sana seolah Sabrina adalah tiang kokoh yang tidak akan bisa jatuh.
“Motor lo gimana?”
“Aman. Nanti ada orang yang ngambil sekalian bawain ke bengkel.”
Sabrina mengangkat bahu acuh. Tapi kemudian gadis itu mengernyit risih ketika sadar kalau sekarang, Romeo benar-benar melandaskan sebagian besar berat tubuhnya kepada Sabrina.
“Lo, tuh, berat Romeo.”
“Gak peduli, gue mau gelendotan.”
Maka begitulah ceritanya. Romeo tetap dengan manja memegang lengan Sabrina hingga taksi online yang mereka pesan datang. Beruntung, sopir taksinya berbaik hati membantu Romeo untuk masuk ke dalam mobil dengan hati-hati. Karena jika tidak, Sabrina yakin kalau dirinya akan langsung menyerah sebab berat tubuh Romeo yang bisa mencapai dua kali berat badannya.
“Jaket lo singkirin, deh.”
Romeo menggeleng tegas.
“Nanti lo liat darahnya.”
Sabrina lagi-lagi mendengus.
“Cuma darah doang astaga, lebay lo.”
Kali ini, giliran Romeo yang berdecak sebal. “Lo pernah hampir pingsan gara-gara liat darah gue pas gak sengaja kena pisau dulu, jangan bandel.”
Sabrina memilih untuk bungkam. Dia sandarkan punggungnya ke kursi mobil, matanya mengarah ke jendela dan membiarkan semilir angin pelan dari AC menyentuh kulitnya.
Kemudian di tengah keheningan yang melanda, Sabrina dapat merasakan bahunya mendapat beban lebih. Yang rupanya merupakan hasil dari kepala Romeo yang bersandar padanya.
“Nanti bangunin gue kalau udah sampai apartemen lo ya? Gue ngantuk banget.”
Kening Sabrina mengerut halus. “Lah? Gue kira mau ke rumah lo?”
“Gak mau, mau pulang ke tempat lo aja. Mami sama Papi lagi lempar-lemparan barang di rumah, males gue liatnya.”
Setelahnya, Sabrina membiarkan Romeo tertidur di sampingnya. Tanpa satu patah katapun Sabrina ucapkan sebagai bantahan, dia biarkan lelaki itu terlelap di bahunya.
-