Say Hello to the Bastard
TW // Mature content , After sex
Mau tahu apa yang membuat keadaan jauh lebih kacau?
Di pagi berikutnya setelah Jean melampiaskan segala emosi di dalam dadanya dengan menyesap minuman beralkohol tinggi, dia menemukan dirinya terbangun dengan posisi terbaring di atas ranjang.
He was naked, totally naked.
The worst part is that Karin was lying right beside him, she was sleeping peacefully with no clothes on. They were naked and that was insane.
Jean menjambak rambutnya sendiri, rasa pusing menghantam dalam hitungan detik. Astaga, dia sama sekali tidak bisa mengingat apapun soal semalam. Terakhir yang dia ingat, Karin memperhatikannya saat menyesap minuman dari gelas kristal di genggamannya dan hanya itu, sisanya Jean hanya ingat ketika pada akhirnya dia tumbang di atas meja dan Karin memanggilnya beberapa kali.
“Anjing, Laksamana.” Dia mengumpati diri sendiri berkali-kali. Meniduri Karin sama sekali tidak pernah terlintas di pikirannya, bahkan walau hanya sekali. Lelaki itu mengerang frustasi, segalanya kacau balau.
Gerakan resah Jeandra mungkin mengganggu tidur lelap sosok di sampingnya, sampai akhirnya sosok itu ikut membuka mata dan memandang Jean bingung. Karin terjaga dari lelapnya, wajah polos khas bangun tidur itu menyambut Jeandra yang membuka matanya dan menatap wajah itu dengan penuh rasa bersalah.
“Karin, I'm so sorry.“
Ucapan Jean kelewat pelan, lelaki itu bahkan terdengar bergetar. Dia terlampau frustasi, resah membelenggu seluruh pikirannya. Ditambah lagi, wajah Anindia menghantuinya dan melemparkannya ke jurang rasa bersalah yang amat dalam.
“Kenapa minta maaf?” tanya Karin masih bingung.
“Listen, kalau nanti ada yang terjadi sama kamu, the worst case is that you're gonna be pregnant, we'll get married soon,” ucap Jean dengan nada panik.
Tanpa Jean duga, Karin tertawa. “Kamu kenapa panik banget? Padahal semalem kamu sendiri yang maksa buat having sex,” katanya santai. Jean menegang, kata itu sama sekali tidak pernah berlabuh di otaknya bahkan saat hanya berdua dengan Karin.
“Aku pasti mabuk banget semalem ya?”
Karin mengangguk.
“But you know, you did very great.” Karin setengah berbisik, berharap kalau hal itu akan membuat Jean kembali liar dan mengulang kejadian semalam, tapi yang dia dapatkan adalah erangan frustasi yang Jean keluarkan.
“Aku minta maaf karena udah nyentuh kamu tanpa izin, harusnya semalem aku ngga ngajak kamu minum. Maafin aku,” kata Jean.
Lalu pagi itu, hanya ada senyap yang mengungkung. Dua manusia itu tenggelam dalam pikiran masing-masing. Jean hanya sesekali mengingatkan Karin untuk tidak bergerak terlalu banyak, teringat pengalamannya saat dulu pertama kali melakukan itu dengan Anin, Jean ingat wajah Anin hari itu tampak sangat kesakitan. Tapi berbeda dengan Karin, gadis itu tampak santai, bahkan tertawa lepas saat Jean kembali memperingatkannya untuk duduk diam di ranjang.
“Aku ngga apa-apa, Je. Percaya deh,” kata Karin.
Jean mengangguk. Dalam hati merutuki diri sendiri dan memaki berulang kali, mengeluh mengapa dia sama sekali tidak bisa mengingat yang sudah dia lakukan semalam. Tapi satu hal yang dia tahu, kalau setelah ini, segala hal akan berubah. Dia dan Karin harus menikah dan Anin harus segera dibebaskan darinya. Harus, dan hal itu tidak dapat ditunda-tunda lagi, dia tidak bisa membuang lebih banyak waktu.