The Plan
Content Warning : Mention of mental health
Waktu gue umur 18 tahun, bokap sama nyokap cerai. Gue ngga bisa cerita lebih lanjut soal ini, intinya mereka pisah dan gue milih buat tinggal sendiri.”
Tama menatap kaleng minuman bersoda di tangannya dengan seksama, sembari menyusun deretan kalimat di dalam kepalanya untuk disampaikan kepada tiga orang di hadapannya; Jevian, Yudhis, dan Haikal.
“Di semester dua, yang artinya waktu umur gue 19 tahun, Papa ngenalin Adara ke gue sebagai anaknya. Gue kaget, dan yang bikin gue lebih kaget adalah fakta kalau Adara ini sebenernya bukan anak tiri, tapi anak kandung.”
Haikal, yang sejak tadi punya reaksi paling dramatis di antara ketiga orang itu, langsung melotot tidak percaya. Mulutnya ternganga dan langsung mengeluarkan sepatah kata andalan.
“Daebak! Kaya sinetron SCTV!”
Lalu remaja itu mendapatkan hadiah geplakan di kepala belakangnya oleh Jevian.
“Lanjut, bro. Ini anak nanti biar gue yang tabok kalo responnya aneh-aneh lagi,” sanggah Jevian.
Tama diam sejenak sebelum melanjutkan ceritanya.
“Si Adara ini punya Dissociative Identity Disorder, yang sejauh ini munculin dua karakter. Satu, Adara yang polos dan baik. Dua, Adara yang egois dan obsessed sama gue. Adara yang pertama ini selalu muncul di hadapan bokap, yang bikin dia selalu percaya kalau Adara ini anak baik. Meskipun dia tau fakta kalau Adara punya DID, tapi Papa ngga pernah liat langsung karakter lain selain Adara yang polos ini. Makanya dia ngga pernah percaya sama gue.”
“Bentar,” Yudhis menyela sambil memegangi kepalanya.
“Kepala gue puyeng.”
“Otak lo dangkal, Bang.”
“Serius gue, anjing.”
Tama kembali menghela napas lelah.
“Intinya begitu, dan Dara ini ngga segan-segan nyakitin Ageeta.”
Haikal mengangguk pelan.
“Jadi teror yang Teteh dapet selama ini tuh ulahnya si Adara ini?”
Tama mengangguk menyetujui.
“Gue kira cukup sampai di sini. Sisanya cukup gue yang tau, ranahnya terlalu pribadi.”
Kali ini, Jevian yang membuka suara.
“Jadi... sekarang ngapain?”
“Gue butuh bantuan lo buat nyadap isi hp Adara, Jev. Bisa?”
Dan Jevian mengangguk.